HIDROSEFALUS ( Yang
kurang komplikasi )
I. Definisi
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan
otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
II. Etiologi
Hidrosefalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu
banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan
aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
- Kelainan bawaan :
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan
penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90 %). Akuaduktus
dapat merupaka saluran yang buntu sma sekali atau abnormal yaitu lebih sempit dari biasanya. Umumnya
gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir tau progresif dengan cept pad
bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus
pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
Arnold-chiari akibat tertariknya medula
spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan
atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie dengan tingkat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikin besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa
posterior.
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat
terjadi kongenital tetapii dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematom.
- Infeksi
Akibat
infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
- Neoplasma
Hidrosefalus
oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
- Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
III. Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem
ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui
kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor
serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem
eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun
100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS normal ialah dari
ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini
melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS
oleh sistem kapiler.
- Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang
berlebihan
2. Peningkatan resistensi
aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus
venosa
Konsekuensi
tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai
akibat dari :
1. Kompresi sistem
serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor
serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari
otak.
4. Efek tekanan denyut likuor
serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak
karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi
likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional
dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan
intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
IV.
Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala
hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan reabsorbsi CSS. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi
adanya hipertensi intrakranial. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi dapat
berupa muntah, nyeri kepala, dan pada anak yang agak besar mugkin terdapat
edema pupil saraf otak II pada pemerikaan funduskopi.
Manifestasi
klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
·
Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi
pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
·
Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang
sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau
teraba melebar.
c. Kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari
tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial
lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya
mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan
pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi
tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
V. Diagnosis
Disamping
dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas,
kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat
radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang
lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan
diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara
yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain
yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi
tempat obstruksi aliran CSS.
VI. Diagnosis Banding
Pembesaran
kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak,
granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali.
Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari
6 tahun.
VII. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip
dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
- Mengurangi produksi CSS.
- Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
- Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga
dapat dibagi menjadi :
·
Penanganan Sementara
Terapi
konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
·
Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus
yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi massa
yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik
untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah
endoskopik.
·
Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi
pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
VIII. Komplikasi
Komplikasi
yang sering di temukan pada pasien meningitis purulenta maupun meningitis
serosa tuberkulosa selin kelumpuhan dan gejala sisa yaitu hidrosefalus.
Hidrosefalus terjadi sebagai akibat penyumbatan jalannya atau reabsorbsinya
likuor serebri yang di sebabkan adanya infeksi pada selaput otak yang kemudian
menimbulkan kelainan di daerah basal
sekitar interna
HIPOSPADIA
1.
Definisi
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo”
yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra
terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3
diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang
uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali
berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang
menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana uretra terbuka di
permukaan bawah penis, skrotum atau peritonium. Hipospadia sendiri berasal dari
dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan
yang panjang.
2.
Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai
sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a.
Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen
yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor
hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini
biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
3. Patofisiologi
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan
uretra dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra
jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis.
Propusium bagian ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.
4.
Tanda dan Gejala
a. Lubang penis tidak terdapat di ujung
penis, tetapi berada di bawah penis
b. Penis melengkung ke bawah
c. Penis tampak seperti berkerudung karena
kelainan pada kulit depan penis
d. Jika berkemih, anak harus duduk.
e. Glans penis
bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra
eksternus.
f. Preputium
(kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
g. Kulit penis bagian bawah sangat tipis..
h. Sering disertai undescended testis
(testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada
ginjal.
5.
Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan
inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan
ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka
biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3 Pada orang
dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan
pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral
yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan
penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan
hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk
memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada
ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang
menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk
digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai
dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia
dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin
akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa
nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
6.
Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
eksternum/ meatus :
a. Tipe
sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan
coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.
Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Terdiri dari 2
:
·
Hipospadia
Glandular
·
Hipospadia
Subcoronal
b. Tipe
penil/ Tipe Middle
Middle
yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe
ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan
kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga
penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral
prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena
sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. Terdiri
dari 4:
·
Hipospadia Distal
penile
·
Hipospadia Proksimal
penile
·
Hipospadia mediopenean
·
Hipospadia peneescrotal
c. Tipe
Posterior
Posterior
yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu,
kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya
testis tidak turun. Terdiri dari 2 :
·
Hipospadia
scrotal
·
Hipospadia
perineal
7.
Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara
operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan
orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal
mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan
sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan
belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang
lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri
sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber”
ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan,
hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil
kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu
pada penderita hipospadia.
Tahapan
operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra
senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat
suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita
bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit
preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2.
Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk
fossa naficularis pada glans penis.
Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang
nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya
melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita
hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal
dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde
untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan
melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui
lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus
(pusar) untuk mencapai kandung kemih.
8.
Komplikasi
· Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan,
infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.
·
Komplikasi lanjut :
1.
Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
2.
Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
3.
Fistula uretrocutaneus
4.
Striktur uretra
5.
Infertilitas
6.
Resiko hernia inguinalis
7. Gangguan psikososial
8. Adanya rambut dalam uretra
FIMOSIS
1. Definisi
Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit
preputium, sehingga tidak dapat ditarik (diretraksi) ke atas glans penis.
Fimosis,
baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan
kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa
ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala
penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau
foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga
dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis
bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup
luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang
terbuka.
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini
juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga
kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras
sebelum urine keluar.
Fimosis
didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat
kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan
ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
2. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi
karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi
ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik
ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat,
misalnya karena infeksi atau benturan.
Tanda dan
gejala fimosis diantaranya :
1. Penis
membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2.
Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang
air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.
Hal tersebut
disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan
yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang
sempit.
3. Biasanya
bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
4. Kulit
penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni
keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga
6. Bisa juga
disertai demam
7. Iritasi
pada penis.
.
3. Patofisiologi
Fimosis dialami oleh
sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara preputium
dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam
preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi
penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan
sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Menjelang umur 5 tahun, preputium dapat
ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau paksaan. Tapi karena adanya komplikasi sirkumsisi,
dimana terlalu banyak prepusium tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi
yng timbul di bawah prepusium yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya,
prepusium menjadi melekat dan fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah
retraksi
4. Tanda dan Gejala
Penis membesar dan menggelembungakibat tumpukan
urin.
- Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang menghilang setelah berkemih.
- Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
- Urin keluar tidak lancar.
- Iritasi pada penis.
5. Diagnosis
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat
diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati
glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit preputium dan
diameter glans penis. Selain konstriksi kulit preputium, mungkin juga terdapat
perlengketan antara permukaan dalam preputium dengan epitel glandular dan atau
frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat
kulit preputium diretraksi.
6. Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang
sebenarnya, true phimosis) timbu! kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan
dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans
penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan
kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn
yang membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning,
yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni
tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang
dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan
adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air
seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan
merupakan kasus gawat darurat. Fimosis kongenital seharusnya dibiarkan saja,
kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva
diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang
normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat
kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium
secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit
preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk
membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke
belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat,
bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis
bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya.
Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni,
dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty
(memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi medis utama
dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik.
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan
orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah
usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih
berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera
dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah
untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan
mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama,
periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular
jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah
karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal
akut dan anomali kongenital dari penis.
2. Perawatan
Fimosis yang masih baru bisa dikurangi dengan
menekan glans dan mendorongnya menggunakan kedua ibu jari, sedang cincin
fimosis dijepit oleh kedua ibu jari telunjuk dan jari tengah kemudian mengembalikan
preputium ke depan. Dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Cara menjaga
kebersihan pada fimosis :
1. Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar
dengan popok basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta
mikroorganisme penyebab infeksi air kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok
atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski
tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal dan merah di
bokong cenderung berulang timbul. Tindak pencegahan yang penting ialah
mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
1. Jangan
ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok untuk bayi .
2. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa
memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah
menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar).
3. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya
terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu
ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan.
4. Jika
peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik dalam 1-2 hari atau
bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter .
2. Penis
a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan
air hangat, menggunakan kasa. Membersihkannya
sampai selangkang. Jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah,
dengan cara satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap
selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan
sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.
7.
Komplikasi
1. Nyeri saat berkemih
2.
Penarikan prepusium secara paksa dapat menimbulkan kontriksi dengan rasa nyeri
dan pembengkakan glans penis yang di sebut parafimosis.
3. Peradangan pada ujung kemaluan (
balinitis ).
4. Infeksi pada ureter dan menimbulkan
kerusakan pada ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
·
Sastrasupena
H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta,
1995: 428-435
·
Sjamsuhidajat
R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta: 1997:
1010
·
Purnomo
B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 :
6,137-138
·
Suriadi
. Rita, Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta : CV. Sagung
Seto.
·
Hassan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak. (Ed. Ke-1).Jakarta : Infomedika
·
Hassaan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak.(Ed.Ke-3). Jakarta : Infomedika
·
Wahab,
Samik.(ed). 2000. Ilmu Kesehatan Anak.(Ed. Ke-15 vol 2).Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
·
Catzel,
pincus dkk. 1990. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
·
Markum,
A.H. 1997. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
·
Rosenstein,
Beryl J. 1997. Intisari Pediatri Panduan Praktis Pediatri Klinik Edisi II.
Jakarta : Hipokrates.
·
Sabiston.
1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.
·
Sjamsuhidarat,
dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
·
Suriadi.
2001. suhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV Sagung Seto.
·
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC
·
Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan
Cepat, Jakarta: EGC
·
Sastrasupena
H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta,
1995: 428-435
·
Sjamsuhidajat
R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta: 1997:
1010
·
Purnomo
B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 :
6,137-138
·
Suriadi
. Rita, Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta : CV. Sagung
Seto.
·
Hassan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak. (Ed. Ke-1).Jakarta : Infomedika
·
Hassaan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak.(Ed.Ke-3). Jakarta : Infomedika
·
Wahab,
Samik.(ed). 2000. Ilmu Kesehatan Anak.(Ed. Ke-15 vol 2).Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar