Selasa, 30 Oktober 2012

KELAINAN KELAMIN BAWAAN LAHIR





HIDROSEFALUS ( Yang kurang komplikasi )
I. Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
  II. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
  • Kelainan bawaan :
a.       Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90 %). Akuaduktus dapat merupaka saluran yang buntu sma sekali atau abnormal  yaitu lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir tau progresif dengan cept pad bulan-bulan pertama setelah lahir.
b.       Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan  ini  biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-chiari akibat  tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c.       Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie dengan tingkat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikin besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.
d.      Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi kongenital tetapii dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematom.
  • Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
  • Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
  • Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

    III. Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.
  • Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.

  IV.  Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan reabsorbsi CSS. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala, dan pada anak yang agak besar mugkin terdapat edema pupil saraf otak II pada pemerikaan funduskopi. 
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
·         Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
·         Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).


    V. Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.

   VI. Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun.

 VII. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
  • Mengurangi produksi CSS.
  • Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
  • Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
·         Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
·         Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
·         Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.

VIII. Komplikasi
Komplikasi yang sering di temukan pada pasien meningitis purulenta maupun meningitis serosa tuberkulosa selin kelumpuhan dan gejala sisa yaitu hidrosefalus. Hidrosefalus terjadi sebagai akibat penyumbatan jalannya atau reabsorbsinya likuor serebri yang di sebabkan adanya infeksi pada selaput otak yang kemudian menimbulkan  kelainan di daerah basal sekitar interna











HIPOSPADIA

1. Definisi
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana uretra terbuka di permukaan bawah penis, skrotum atau peritonium. Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.

2. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

  b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
  c. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

3.  Patofisiologi
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis. Propusium bagian ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.

4. Tanda dan Gejala
    a. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
    b. Penis melengkung ke bawah
    c. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
    d. Jika berkemih, anak harus duduk.
    e. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah   penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
    f. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
    g. Kulit penis bagian bawah sangat tipis..
    h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
    i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

5. Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3 Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.

6. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
    a.  Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Terdiri dari 2 :
·         Hipospadia Glandular                               
·         Hipospadia Subcoronal

   b.  Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. Terdiri dari 4:
·         Hipospadia Distal penile
·         Hipospadia Proksimal penile
·         Hipospadia mediopenean
·         Hipospadia peneescrotal


   c.  Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Terdiri dari 2 :
·         Hipospadia scrotal
·         Hipospadia perineal

7. Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans  penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.

8. Komplikasi
· Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis   flap, dan edema.
· Komplikasi lanjut :
1. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
2. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
3. Fistula uretrocutaneus
4. Striktur uretra
5. Infertilitas
6. Resiko hernia inguinalis
7. Gangguan psikososial
8. Adanya rambut dalam uretra
FIMOSIS
1. Definisi
Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit preputium, sehingga tidak dapat ditarik (diretraksi) ke atas glans penis.
Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

2. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
Tanda dan gejala fimosis diantaranya :
1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.                        
Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.
.
3. Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Menjelang umur 5 tahun, preputium dapat ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau paksaan. Tapi karena adanya komplikasi sirkumsisi, dimana terlalu banyak prepusium tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di bawah prepusium yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi melekat dan fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah retraksi

4. Tanda dan Gejala
Penis membesar dan menggelembungakibat tumpukan urin.
  1. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang menghilang setelah berkemih.
  2. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
  3. Urin keluar tidak lancar.
  4. Iritasi pada penis.

 5. Diagnosis
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit preputium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit preputium, mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan dalam preputium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit preputium diretraksi.
6. Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbu! kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat. Fimosis kongenital seharusnya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik.
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.

  2. Perawatan
Fimosis yang masih baru bisa dikurangi dengan menekan glans dan mendorongnya menggunakan kedua ibu jari, sedang cincin fimosis dijepit oleh kedua ibu jari telunjuk dan jari tengah kemudian mengembalikan preputium ke depan. Dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Cara menjaga kebersihan pada fimosis :
 1. Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal dan merah di bokong cenderung berulang timbul. Tindak pencegahan yang penting ialah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.




Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
1. Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok untuk bayi .
2. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar).
3. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan.
 4. Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik dalam 1-2 hari atau bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter .

2. Penis
a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat, menggunakan kasa.  Membersihkannya sampai selangkang. Jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah, dengan cara satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.

7. Komplikasi
   1. Nyeri saat berkemih
   2. Penarikan prepusium secara paksa dapat menimbulkan kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang di sebut parafimosis.
   3. Peradangan pada ujung kemaluan ( balinitis ).
   4. Infeksi pada ureter dan menimbulkan kerusakan pada ginjal.






DAFTAR PUSTAKA
·         Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
·         Sjamsuhidajat R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta: 1997: 1010
·         Purnomo B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 : 6,137-138
·         Suriadi . Rita, Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta : CV. Sagung Seto.
·         Hassan, Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak. (Ed. Ke-1).Jakarta : Infomedika
·         Hassaan, Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak.(Ed.Ke-3). Jakarta : Infomedika
·         Wahab, Samik.(ed). 2000. Ilmu Kesehatan Anak.(Ed. Ke-15 vol 2).Jakarta : Buku Kedokteran EGC
·         Catzel, pincus dkk. 1990. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
·         Markum, A.H. 1997. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
·         Rosenstein, Beryl J. 1997. Intisari Pediatri Panduan Praktis Pediatri Klinik Edisi II. Jakarta : Hipokrates.
·         Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.
·         Sjamsuhidarat, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
·         Suriadi. 2001. suhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV Sagung Seto.
·         Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC
·         Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC
·         Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
·         Sjamsuhidajat R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta: 1997: 1010
·         Purnomo B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 : 6,137-138
·         Suriadi . Rita, Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta : CV. Sagung Seto.
·         Hassan, Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak. (Ed. Ke-1).Jakarta : Infomedika
·         Hassaan, Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak.(Ed.Ke-3). Jakarta : Infomedika
·         Wahab, Samik.(ed). 2000. Ilmu Kesehatan Anak.(Ed. Ke-15 vol 2).Jakarta : Buku Kedokteran EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar